Buzzer Politik di Media Sosial: Menggiring Asumsi, Penghambat Sosialisasi Politik
Oleh : Marsha Farah fadila, Mahasiswa Universitas Andalas
Digitalisasi membawa perkembangan yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan. Ditengah pesatnya perkembangan teknologi digital, media sosial hadir sebagai wadah bagi masyarakat untuk saling berinteraksi, berbagi informasi, dan menyuarakan opini mereka. Praktik ini juga berpengaruh besar dalam kancah politik. Isu-isu politik dengan cepat menyebar keseluruh lapisan masyarakat, memberikan ruang diskusi terbuka disetiap platform media sosial. Pengguna media sosial berasal dari seluruh kalangan, oleh karena itu, media sosial dinilai efektif untuk melakukan sosialisasi politik kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama para generasi z.
Media sosial juga berperan aktif mewadahi segala bentuk komunikasi politik yang dilakukan masyarakat. Tak heran, jika para politisi berbondong-bondong membangun citra diberbagai platform media sosial. Pendekatan ini menargetkan anak muda sebagai pemenang suara terbanyak di Indonesia saat ini. Dalam dinamikanya, muncul berbagai tantangan yang mengiringi perkembangan media sosial sebagai ruang diskusi politik, salah satu tantangan terbesarnya adalah buzzer politik.
Buzzer politik merupakan orang atau suatu kelompok terorganisir yang ditugaskan untuk melakukan berbagai propaganda politik. Mereka berusaha menggiring opini publik dengan upaya penyebaran disinformasi, berita hoax, atau narasi-narasi yang berisi kebohongan. Target mereka adalah penguasaan argumen di media sosial, agar mereka dapat memonopoli isu politik yang tengah menjadi topik hangat dibicarakan. Aktor dari buzzer politik cukup beragam, mulai dari akun anonim, hingga influencer terkenal sekalipun turut andil dalam aksi ini. Buzzer politik menjadi senjata baru yang seakan menjanjikan kemenangan bagi para politisi yang haus akan kekuasaan. Mereka menghalalkan segala cara tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan berdampak besar bagi pemahaman politik masyarakat.
Fenomena ini sangat mengawatirkan bagi sosialisasi digital politik masyarakat. Masyarakat kesulitan membedakan antara fakta dan informasi yang sudah direkayasa. Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk memiliki literasi digital yang baik, agar mampu membedakan informasi yang valid dan tidak terjebak dalam propaganda politik. Dengan demikian, meskipun media sosial memiliki potensi besar dalam memperluas partisipasi politik, tetap diperlukan sikap kritis dan tanggungjawab bersama dalam memanfaatkannya. Oleh karena itu, mari kita sama-sama menjaga ruang digital kita agar tidak tercemari campur tangan buzzer. Cari tahu fakta sebelum mempercayai dan menyebarkan informasi, terlibatlah dalam diskusi yang berbasis data dan argumen yang konstruktif. Dengan begitu, kita dapat menjaga ruang publik digital tetap sehat dan mencegah terhambatnya sosialisasi politik yang baik kepada masyarakat.