Lirik Lagu Ayam Den Lapeh Sebagai Cerminan Budaya dan Emosi Masyarakat Minangkabau
Oleh : Nadia Hervina
Fakultas llmu Budaya Universitas AndalasLagu daerah merupakan salah satu bentuk ekspresi budaya yang hidup dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Ia tidak hanya hadir sebagai hiburan, tetapi juga menjadi cermin nilai, emosi, dan cara pandang masyarakat terhadap kehidupan. Salah satu lagu daerah yang memiliki nilai sastra dan budaya yang kuat adalah Lagu Ayam Den Lapeh, Lagu ini diciptakan oleh Nurseha dan Abdul Hamid dan di populerkan oleh Orkes Gumarang , lagu ini menjadi sangat populer di Sumatera Barat dan di berbagai wilayah lain di Indonesia karena keindahan melodinya serta kedalaman maknanya. Secara umum, lagu Ayam Den Lapeh menggambarkan perasaan kehilangan , kerinduan dan penyesalan terhadap emosi yang sangat dekat dengan pengalaman manusia. Namun di balik kesederhanaan liriknya, tersimpan makna simbolik yang menggambarkan realitas sosial dan budaya masyarakat Minangkabau yang dikenal sebagai masyarakatnya banyak yang merantau. Oleh karena itu, lagu ini layak dikaji melalui pendekatan kritik sastra, agar dapat dipahami bukan hanya sebagai karya musik, tetapi juga sebagai karya sastra yang merefleksikan kehidupan, budaya, dan perasaan kolektif masyarakat Minangkabau.
Salah satu alasan mengapa Ayam Den Lapeh pantas dikritik secara sastra adalah karena liriknya ada akan unsur estetika dan simbolisme. Ungkapan Ayam den lapeh secara harfiah berarti “ayamku lepas”, namun secara konotatif, frasa ini menyiratkan kehilangan seseorang atau sesuatu yang berharga. Dalam konteks budaya Minangkabau, kehilangan itu bisa bermakna ditinggalkan oleh kekasih, keluarga atau sahabat yang pergi merantau. Simbol “ayam” di sini tidak hanya merepresentasikan hewan peliharaan, tetapi juga menggambarkan harapan dan kasih sayang yang hilang. Hal ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Minangkabau mengekspresikan perasaan mereka melalui bahasa yang sederhana namun penuh makna. Kritik sastra terhadap lirik ini membantu pembaca memahami bahwa kesedihan dan kehilangan yang digambarkan bukan semata-mata kejadian sehari-hari, melainkan juga refleksi dari kondisi sosial budaya yang dialami masyarakat. Selain itu, keindahan lirik lagu ini juga terlihat dari gaya bahasanya yang menggunakan khas daerah Minangkabau. Gaya bahasa tersebut memberikan keunikan tersendiri dan memperkuat identitas lokal, menjadikan lagu ini bukan hanya karya seni musik, tetapi juga karya sastra yang bernilai estetika tinggi.
Merepresentasikan Budaya Dan Identitas Minangkabau
Lirik lagu “Ayam Den Lapeh” banyak menyebutkan nama-nama tempat di Sumatera Barat, seperti Payakumbuh, Pandai Sikek, Biaro, Batusangkar, dan Pagaruyuang. Penyebutan daerah-daerah tersebut bukan sekadar untuk memperindah lirik, tetapi mencerminkan rasa cinta terhadap kampung halaman dan memperkuat identitas budaya Minangkabau. Masyarakat Minang dikenal memiliki hubungan emosional yang kuat dengan tanah kelahiran mereka, meskipun banyak dari mereka yang merantau ke berbagai daerah di Indonesia bahkan ke luar negeri. Melalui perspektif kritik sastra, aspek ini dapat ditafsirkan sebagai simbol keterikatan budaya dan identitas etnis. Setiap nama tempat yang disebutkan menjadi penanda ruang emosional bagi penyanyi maupun pendengarnya. Ia menjadi yang menggambarkan perjalanan dan kenangan seseorang terhadap kampung halamannya.Dengan demikian, lagu ini bukan hanya mengisahkan kehilangan secara personal, tetapi juga kehilangan secara kolektif rasa rindu terhadap rumah, kampung halaman, dan budaya yang mulai terasa jauh karena perantauan. Melalui kritik sastra, lagu Ayam Den Lapeh dapat dipahami sebagai bentuk ekspresi kecintaan terhadap identitas daerah yang kuat.Mengandung Pesan Emosional Dan Kemanusiaan
Selain nilai sastra dan budaya, lagu ini juga menyampaikan pesan kemanusiaan yang universal. Siapa pun, tanpa memandang latar belakang budaya, dapat merasakan perasaan kehilangan, penyesalan, dan kerinduan yang tergambar dalam liriknya. Inilah yang membuat pada lirik “Ayam Den Lapeh” , ia berbicara kepada hati setiap pendengarnya. Dalam konteks psikologis, lagu ini menggambarkan proses emosi manusia ketika menghadapi kehilangan yaitu mulai dari penolakan, kesedihan, hingga penerimaan. Ketika penyanyi mengungkapkan “ayam den lapeh,” tersirat rasa tidak rela dan penyesalan yang mendalam. Namun seiring lagu berjalan, emosi itu berubah menjadi kerinduan dan penerimaan, menunjukkan kedewasaan emosional dan kebijaksanaan hidup yang menjadi bagian dari filosofi masyarakat Minangkabau.
Melalui kritik sastra, kita dapat menggali lebih dalam psikologi tokoh atau penyanyi yang merepresentasikan pengalaman emosional tersebut. Lagu ini mengajarkan bahwa kehilangan adalah bagian dari kehidupan, dan perasaan itu harus diterima dengan lapang dada, sebagaimana masyarakat Minang menerima nasib dan perubahan dengan penuh kesabaran.
Jadi Kritik sastra terhadap lagu “Ayam Den Lapeh” membuka pemahaman bahwa karya ini bukan sekadar lagu daerah yang dinyanyikan untuk hiburan, melainkan karya sastra lisan yang ada makna simbolik dan budaya. Melalui analisis terhadap liriknya, kita menemukan tiga nilai utama yaitu pertama, keindahan bahasa dan simbolisme yang menggambarkan kekuatan estetika sastra, kedua ada representasi budaya dan identitas Minangkabau yang tampak dari penyebutan nama-nama daerah serta nilai lokalnya dan ketiga, pesan emosional dan kemanusiaan yang bersifat universal. Dengan demikian,lirik pada lagu “Ayam Den Lapeh” layak dipandang sebagai bagian penting dari khazanah sastra lisan . Ia tidak hanya menampilkan keindahan musikal, tetapi juga memperlihatkan jiwa dan karakter masyarakat Minangkabau yang penuh perasaan, mencintai kampung halaman, dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Lagu ini membuktikan bahwa seni, dalam bentuk apa pun, dapat menjadi jembatan antara tradisi, budaya, dan perasaan manusia yang tak lekang oleh waktu.