Jembatan Baru Atasi Banjir, Pemkot Bengkulu Resmikan Jembatan Air Cugung Patil
JurnalBengkulu.com, Bengkulu - Warga Kelurahan Kebun Tebeng akhirnya bisa bernapas lega. Persoalan banjir tahunan yang selama puluhan tahun menghantui setiap kali hujan deras mengguyur, kini mulai teratasi dengan hadirnya Jembatan Air Cugung Patil yang baru selesai dibangun.
Pembangunan jembatan ini menjadi bukti respon cepat Pemerintah Kota Bengkulu dalam menjawab keluhan masyarakat yang selama ini bergulat dengan luapan air hingga menyebabkan kerugian besar.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kebun Tebeng, Suherman, menyampaikan rasa syukurnya atas rampungnya pembangunan jembatan tersebut.
“Alhamdulillah, proses pembangunan sudah di tahap akhir. Jembatan ini adalah bentuk respon cepat Bapak Walikota dan Wakil Walikota serta Dinas PUPR Kota Bengkulu,” ujarnya, Rabu (03/12/2025).Sebelum dan Sesudah Pembangunan Jembatan
Sebelum jembatan baru berdiri kokoh, intensitas hujan tinggi kerap memicu luapan air yang berdampak fatal. Kerugian tidak hanya dirasakan secara materi, namun juga menghancurkan tanaman perkebunan yang menjadi sumber ekonomi utama warga.
“Dulu, aliran air sangat deras dan meluap, menyebabkan kerugian materi dan tanaman perkebunan warga. Saat ini, setelah dibangun, air turun dengan cepat ketika hujan lebat datang dan banyak masyarakat mendapat manfaatnya,” tambah Suherman.
Nama Baru, Nilai Sejarah Lama
Menariknya, jembatan tersebut kini secara resmi mengusung nama baru: Jembatan Air Cugung Patil. Penamaan ini bukan sekadar label, tetapi bentuk penghormatan terhadap sejarah dan tokoh-tokoh yang pernah mendiami kawasan tersebut.
Nama “Cugung” berarti bukit atau gundukan tanah, sementara “Patil” merupakan alat pertukangan tradisional mirip cangkul kecil. Keduanya diambil dari kisah rakyat setempat yang sudah melegenda.
Menurut riwayat, sebelum tahun 1980-an kawasan itu masih berupa rawa, sawah, dan perbukitan. Di satu area tumbuh sebuah pohon besar. Ketika pohon itu ditebang, warga menemukan sebuah patil di dalam batangnya. Penemuan tersebut kemudian melekat kuat dalam memori kolektif masyarakat.
“Karena topografi yang berbukit dan rawa itulah, mengalirlah anak sungai atau siring yang lumayan dalam dengan aliran deras. Tepat di lokasi aliran deras itulah jembatan ini dibangun. Untuk mengenang riwayat tersebut, dinamakanlah Jembatan Air Cugung Patil,” ungkap Suherman.
Kolaborasi Infrastruktur dan Kearifan Lokal
Pembangunan Jembatan Air Cugung Patil tidak hanya menyelesaikan persoalan teknis terkait banjir, tetapi juga menjadi simbol kolaborasi antara kebutuhan infrastruktur modern dan pelestarian cerita sejarah lokal.
Dengan manfaat nyata yang langsung dirasakan masyarakat, jembatan ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam upaya pengurangan risiko bencana dan peningkatan kesejahteraan warga Kebun Tebeng.