Minangkabau dengan Sistem Kekerabatan Matrilineal
Indonesia memiliki keberagaman suku termasuk dengan sistem kekerabatan, sistem kekerabatan adalah garis dari keturunan dalam sebuah keluarga. Kekerabatan merupakan kelompok individu yang di bangun dalam sebuah keluarga, membangun prinsip kehidupan sosial,peran dan silsilah. Masyarakat Indonesia memang di kategorikan kedalam kehidupan yang memiliki sistem kekerabatan dalam sebuah keluarga. Setiap masyarakat nya memiliki keberagaman suku di setiap daerah. Dimana di setiap daerah menentukan pilihan suku atau sistem kekerabatan yang akan di anut. Dalam hal ini ada beberapa sistem yang di anut oleh masyarakat Indonesia dan ini ada beberapa bagian dari sistem kekerabatan yang ada di Indonesia salah satu nya Sistem Matrilineal, Patrilneal dan parental, Dari ketiga sistem ini yang pertama Sistem Matrilineal yang merupakan hubungan keturunan melalui garis kerabat wanita atau di sebut sebagai ibu di Minangkabau, sedangkan Patrilneal yang merupakan garis keturunan dari ayah dan sistem ini berlaku di daerah Batak (Medan), yang terakhir parental yang bersifat dari hubungan dengan orang tua (ayah-ibu) sebagai pusat kekuasaan seperti dari daerah Jawa.Tetapi, dari ketiga sistem tersebut 1 hal yang merupakan sistem langka dan unik yaitu sistem Matrilineal.
Matrilineal berasal dari dua kata di dalam bahasa Latin. Kata mater memiliki arti ibu, sedangkan linea berarti garis. Matrilineal hanya ada di Minangkabau yang meliputi wilayah Sumatera Barat,Masyarakat Minangkabau memakai sistem Matrilineal ini dari garis keturunan ibu. Dahulu nya nenek moyang orang Minangkabau turun nya dari Gunung Merapi sehingga sampai saat ini masih tercatat bahwa nagari pertama adalah pariangan-padang panjang terletak di kaki Gunung Merapi, Sekarang telah berubah menjadi nagari dalam kabupaten Tanah Datar dan Padang panjang menjadi sebuah kota. Dalam hal ini berdiri nya sebuah Nagari bermula dari sekolompok orang yang membentuk Taratak dan Taratak ini juga berbentuk Dusun dan Koto setelah itu baru lah kumpulan dari ketiga nya membentuk sebuah Nagari.Menurut Yakub (1995), tujuan utama dari sistem matrilineal untuk menunjang tinggi martabat manusia dengan memberikan (persamaan hak) seimbang kepada lelaki dan perempuan. Seorang perempuan berhak melarang atau menolak kesepakatan-kesepakatan yang diambil di luar se pengetahuannya. Ia juga berhak mengajukan usul usul dan saran-saran dalam rapat keluarga, kaum dan nagari. Bahkan menurut Yakub (1995) bahwa dewasa ini kedudukannya telah bertambah kokoh di tengah-tengah masyarakat, mereka juga mendapat tempat dalam organisasi yaitu KAN (Kerapatan Adat Nagari) Tujuan lain dari sistem iniadalah untuk keselamatan hidup kaum perempuan. Hal ini dikarenakan menurut kodrat, kaum perempuan bertulang lemah. Meskipun seorang perempuan tidak lagi mempunyai seorang suami, ia masih tetap bisa menghidupi dirinya dan anak-anaknya, karena adanya harta pusaka yang menjadi miliknya. Dengan kata lain, sistern matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu di kukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang,tanah pusaka dan sawah ladang (Hamka, 1968).Alasan berlakunya sistem matrilineal dalam urusan harta pusaka adalah karena harta di Minangkabau menjadi milik kaum, kemudian yang memelihara kerunan kaum adalah pihak perempuan. Dengan demikian, segala hak terhadap harta pusaka (tanah, sawah, rumah gadang, dan barang-barang lainnya) berada pada pihak perempuan (Azrial, 2008). Dalam masyarakat matrilineal, keturunan menurut garis ibu sendiri dipandang sangat penting, sehingga akan menimbulkan hubungan pergaulan kekeluargaan yang jauh lebih meresap pada para keluarga dengan keturunan menurut garis ibu. Di Indonesia Sistem kekerabatan ini berlaku kepada masyarakat minangkabau.
sistem patrilineal, adalah:
1. Keturunan ditelusuri melalui garis wanita.
2. Anggota kelompok keturunan direkrut melalui
garis wanita.
3. Pewarisan harta pusaka dan suksesi politik disa
lurkan melalui garis wanita.
Perempuan Minang memang sangat di hormati dan di jaga baik oleh kaum MinangMatrilineal di Minangkabau adalah seorang ibu yang menjadi Bundo kanduang, yang memiliki sifat keibuan.Matrilineal yang merupakan satu-satu nya sistem kekerabatan di Indonesia maupun dunia yang masih eksis sampai sekarang ini. Dalam sebuah hubungan keluarga dari keluarga kecil akan di kaitkan dengan anggota keluarga besar.Sistem kekerabatan Matrilineal ini sangat jarang sekali di temukan dan di pakai oleh masyarakat setempat karena Matrilineal adalah sistem yang sangat penting bagi Masyarakat Minangkabau karena berkaitan dengan adat di minang. Pada umum nya sistem Matrilineal ini adat yang di pakai Di Minangkabau tidak di perbolehkan untuk kawin sesuku bahkan senagari,karena di pandang tidak baik oleh masyarakat. Adat di Minangkabau sangat mengkhawatirkan pernikahan sesuku ini,jika ada yang melanggar pernikahan sesukuku ini akan di kucilkan dari masyarakat. Maka dari itu sistem Matrilineal ini Suku Minang adalah contoh paling populer sebagai representasi sistem kekerabatan Matrilineal. Dalam adat istiadat yang mereka jalani, sosok ayah adalah tamu di dalam keluarga. Sebaliknya, peran ibu menjadi sangat dominan karena dia juga harus memimpin keluarga dan mendidik anak-anaknya.
Seiring nya dengan perkembangan zaman pada saat ini dapat kita lihat bahwa sistem Matrilineal dari garis keturunan ibu dan suku yang di anut nya, Pada anak sekarang yang sudah mencukupi umur untuk menikah ada juga yang melanggar pernikahan sesuku ini. Maka dari itu terapkan lah kembali agar tidak melanggar adat di Minangkabau. Prof.Dr. Amir Syarifudin mantan ketua MUI Sumatera Barat menyikapi pembaruan adat dan Syarak yang mencontohkan nya dengan sebuah pantun.Padang banamo panjariangan Tampek bajalan rang batigo mambao adaik Jo Pusako Anak di pangku Jo Pancarian
kamanakan dibimbiang Jo Pusako Urang kampung di tenggang Jo BicaroDengan pantun adat di atas maka sebagai seorang laki-laki Minang dalam sistem kekerabatan Matrilineal yang kawin dengan perempuan Minang, maka dalam rumah tangga nya akan terjadi dua sumber pengelolaan dari pihak perempuan yang mewarisi harta pusaka tinggi dan hasil pencarian dari suami. Sebaliknya dengan suami akan menjaga harta pusaka tinggi dalam suku maupun suatu kaum di Minangkabau.
Oleh:Putri Ramadhani, Jurusan Sastra Minangkabau, Fakuktas Ilmu Budaya, Universitas Andalas