Kuasa Pengendali Hukum
Oleh : Riva Hermita, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas
Indonesia yang kita ketahui adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum secara garis besar adalah peraturan yang resmi yang dibuat untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki tiga sistem hukum yang berkembang dalam masyarakat yaitu sistem hukum sipil, sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam.
Dari beberapa sistem hukum yang ada, pastinya ada terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak kasus yang terjadi terkait penyimpangan hukum yang ada di Indonesia ini yang mempengaruhi cara pandang masyarakat mengenai hukum itu sendiri. Hukum yang dianggap sakral dan bertahta tinggi menjadi tidak begitu penting lagi di pandangan masyarakat. Banyak asumsi buruk terhadap penegak hukum akibat kasus-kasus yang terjadi.
Berkaca pada kasus yang terjadi pasca pemilu kemarin, adanya penyalahgunaan wewenang dari penegak hukum yang membuat gempar dan jadi perbincangan masyarakat. Pengubahan Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia capres dan cawapres yang bisa mencalonkan diri dalam pemilu. Jika ditelisik lebih jauh, hal tersebut bukanlah wewenang dari Mahkamah Konstitusi. Semestinya, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang dibentuk untuk memutuskan suatu perkara perselisihan tentang ketatanegaraan agar konstitusi berjalan dengan baik serta bertanggung jawab.
Salah satu kasusnya yaitu majunya Gibran sebagai cawapres semakin membuat heboh. Hal ini dikatakan sebagai bentuk pengaruh dari kekuasaan Presiden Jokowi. Hal-hal tersebut memunculkan perspektif buruk masyarakat terhadap kaum elite, dimana sistem hukum saja bisa dipengaruhi dengan mudah melalui kekuasaan. Hukum adalah sesuatu yang tidak bisa diganggu maupun diubah untuk siapa pun dan dari golongan mana pun. Dalam hukum semuanya memiliki kesetaraan dan persamaan hak. Jika seperti kasus tersebut, tentu saja membuat kesalahpahaman di kalangan masyarakat dimana hukum di Indonesia dapat dibeli, diubah, dan disalah gunakan oleh oknum-oknum pemegang kekuasaan yang tidak bertanggung jawab.
Sudah menjadi tugas besar bagi para penegak hukum untuk bisa mengembalikan citra yang baik di mata masyarakat. Terlepas masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia, membuat penegak hukum harus bisa mengedukasikan dan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat untuk menghilangkan asumsi buruk bahwa hukum itu adalah hal yang sakral, tidak bisa dibeli maupun diubah untuk kepentingan golongan manapun.