Apa Makna Dari "Pusek Jalo Pumpuan Ikan, Tamoek Batanyk Amak Kemenakan" ?
Penulis : Yosa Adelia, Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas
Masyarakat Minangkabau terkenal dengan pepatah-petitihnya yang digunakan sebagai pegangan hidup. Digunakan sebagai pegangan hidup karena mengandung nilai luhur yang digunakan sebagai pedoman hidup oleh masyarakat Minangkabau dari dulu hingga sekarang. Pepatah-petitih biasanya disajikan dalam bentuk kiasan, perumpamaan, dan perbandingan yang mengandung makna. Disampaikan secara lisan oleh orang tua kepada anak-anaknya, mamak kepada kemenakan, dan tokoh adat kepada masyarakat kampung. Kata pepatah sendiri mengandung pahatan kata, patokan hukum, dan juga norma-norma. Sedangkan kata petitih bisa kita sebut sebagai jembatan yang bisa ditempuh untuk menjalani kehidupan sehari-hari agar lebih baik (Azrial, 1995: 33). Pepatah-petitih biasanya menyinggung masalah perkawinan, harta pusaka tinggi, kekerabatan, peranan mamak, dan peranan penghulu.
Sesuai dengan paragraf di atas, pepatah-petitih biasanya disampaikan oleh mamak kepada kemenakannya. Disampaikan oleh mamak karena perannya sebagai pemimpin yang mengayomi dan membina kemenakannya. Mamak merupakan saudara laki-laki dari keluarga ibu, sedangkan kemenakan merupakan anak dari keluarga ibu. Mamak juga seseorang yang dituakan, diagungkan dan ditinggikan. Mamak sendiri memiliki kewajiban untuk memimpin serta bertanggung jawab atas keselamatan saudara perempuan serta kemenakan dalam mengurus urusan adat, harta warisan, dan perkawinan. Menurut Rangkuto (1978: 6) bahwa adat Minangkabau mengajarkan bahwa mamak ialah laki-laki yang bertanggung jawab terhadap anak kemenakannya baik laki-laki maupun perempuan dari pihak ibu. Biasanya mamak akan membimbing kemenakannya dalam bidang agama, adat, serta norma-norma dalam kehidupan. Mamak di Minangkabau memiliki 3 golongan, yaitu mamak rumah, mamak kaum (penghulu), dan mamak suku. Dan dalam tulisan sekarang kita fokuskan pada mamak rumah atau yang bisa kita sebut sebagai mamak tungganai.
“Pusek jalo pumpunan ikan, tampek batanyo amak kemenakan” yang artinya pusat jala keruntung ikan, tempat bertanya anak kemenakan. Jika kita telaah kata per kata maka pusat jala merupakan ikatan jaringan benang penangkap ikan yang dipegang oleh nelayan ketika sedang merentangkan jaringan jala itu. Pegangan tangan pada pusat jala harus kuat agar ikan-ikan yang berhasil masuk jala tidak lepas lagi. Setelah ditelaah kata per kata dapat kita menemukan maknanya, yaitu seorang mamak yang diibaratkan sebagai pusat sebuah jala menjelaskan bahwa peranan mamak di Minangkabau sebagai pribadi yang dapat dijadikan sebagai contoh dan panutan. Dijadikan sebagai panutan, maka ucapan seorang mamak dijadikan pegangan dan pedoman bagi anak kemenakan mengenai masalah kaum dan keluarga.
Pepatah-petitih diatas dapat kita lihat bahwa kedudukan seorang mamak sangatlah penting bagi keluarga di Minangkabau. Tidak heran jika seorang mamak sangat disegani oleh kemanakannya. Di Minangkabau, mamak memiliki kekuasaan untuk menegakkan norma-norma yang berlaku dan harus dipatuhi oleh kemenakannya. Harus mematuhi norma-norma yang ditegakkan oleh mamak agar dikemudian hari kemenakan siap menggantikannya sebagai penanggung jawab serta penerus kelangsungan hidup keluarganya. Selain itu, dengan adanya ajaran dari mamak maka kemenakan sangat diharapakan sebagai pelindung kaum kerabat, penyambung garis keturunan, serta sebagai pewaris harta pusaka. Maka dari itu sebagai mamak harus siap dijadikan sebagai tempat belajar dan bertanya untuk kemenakannya.
Dengan adanya pernyataan diatas, dapat kita lihat bahwa menjadi seorang mamak tidaklah mudah karena tingkah laku dan ucapannya dijadikan sebagai panutan. Jika tingkah laku dan ucapan mamak tidak sesuai dengan adat dan aturan, maka dapat memberi pengaruh buruk untuk kemenakannya dan dapat menjadi generasi penerus yang buruk. Begitu pentingnya ajaran serta pimpinan seorang mamak untuk kemenakannya agar kelak bisa menjadi penerus yang baik.