Alih Aksara Naskah Ma’rifatul Ghaib Wasy Syahadah, Kitab Tarekat dan Kitab Perhitungan Tahun Arab
Oleh: Asraf
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas
A. Pengertian Alih Aksara
Alih aksara atau tranliterasi adalah pengantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad lain. Misalnya,pengalihan huruf dari huruf Arab-Melayu ke huruf latin. Pentranliterasian naskah kitab Ma’rifatul Ghaib Wasy Syahadah, Kitab Tarekat dan Kitab Perhitungan Bulan Arab berpedoman pada tabel yang di buat oleh D.Gerth van Wijk dalam buku tata bahasa Melayu. Menurut van wijk (1985), abjad Melayu Arab memiliki 33 aksara. Akan tetapi, ada beberapa aksara yang berfungsi ganda,yakni sebagai pengisi konsonan dan vokal.
B. Ma’rifatul Ghaib Wasy Syahadah
Asal kata ma’rifatullah adalah a’rofa,ya’rifu yang artinya mengenal.jadi dari sana kita dapat mengambil kesimpulan bahwasanya ma’rifatullah itu adalah upaya manusia untuk mengenal Allah. Ibnul qoyyim mengatakan bahwa semakin tinggi ma'rifat kita kepada Alloh maka semakin tinggi kethaatan kepada Allah, semakin menghambakan diri dan bersifat ihsan. Ma'rifatullah hanya bisa kita lalukan dengan menggabungkan panca indra, akal dan hati. Jika tidak maka akan menuju kesesatan. Apa sebab kafir quraysi tidak mengimani isra' dan mi'rajnya Rasulullah? Karena mereka hanya menggunakan akal dan tidak menggunakan hati mengimani Rasul yang di perjalankan oleh Allah. karena kalau hanya logika, maka mustahil Rasul berjalan dalam waktu 1 malam menuju sidratul muntaha.
1. Deskrpsi Naskah
Naskah ini berjudul Ma’rifatul Ghaib Wasy Syahadah. Tempat penyimpanannya di desa Baadia, kecamatan Betoambari kota Bau-Bau. Media penulisannya dari kertas Eropa. Terdapat 19 halaman dengan jumblah baris perhalamanya yaitu sebanyak 15 baris. Ditulis pada tahun 1302 H atau sekitar 1884 M. Dengan ukuran naskah 19,5 x 14,5 beraksara Arab bahasa Melayu. Berbentuk prosa dengan tinta hitam dan merah serta kondisi naskah saat ini sudah rapuh, sampulnya sudah tidak ada. Namun teks dalam naskah masih lengkap dan masih jelas untuk dibaca.
2. Isi dari Naskah
Kata ahlul wahidah, tatkala kita ghaib ia pun juga. Dan tatkala kita musyahadah ia pun juga. Qola ahlul ma’rifat, adapun ibarat kita ada kalanya ghaib dan ada kalanya musyahadah seperti Rasullullah tatkala mi’raj ke hadhirat Allah, ada kalanya ghaib, ada kalanya ia ingat yaitu yang bernama Muhammad Rasullullah.
Huruf alif orang itulah Aulia’ Allah Ta’ala namanya sama ia dengan Muhammad Rasullullah ma’rifatnya karena alif itu ilmu maha besar ataulah ilmu martabat Muhammad Rasullullah karena tatkala akan pulang ke rahmatullah pun alif itu jua dari kita maka tiada mati namanya. Seperti firman Allah Ta’ala yang artinya maka ia dapat berbuat sehendaknya.
Bermula hendak jaga jangan tidur hal kita hendak akan alamat dunia akhirat. Dan barang siapa dalam tidurnya ma’rifat Allah, maka sempurna penglihatan orang itu tiada hal. Maka aulia Allah namanya karena tidur itu saudara mati. Seperti sabda Rasullillah, “An naumu ikhwanul mauti”. Barang siapa tiada tidur dalamnya tiada ia mati namanya. Maka baru dapat olehnya hendak rasa hidup dalam mati karena dalam mati itu ada hidup dan hidup itu ada mati.
Bermula isyarat pada hidup dan pada mati pun demikian juga. Maka campuran tiada yang ghaib dan musyahadah karena ilmu Allah dua juga yang suatu ilmu ghaib dan kedua ilmu syahadah.
Kata setengah orang wahadah, tatkala diam pada alim kabir suatupun tiada i luarnya sekalipun dalamnya juga. Bermula tatkala kita diam alim shagir suatu pun tiada di dalamnya sekalian di luarnya jua hanya ia pada ghaib dan musyahadah. Sabda Ahmad Kabir Quddusullahu ruhuhul ‘izzath dengan segala aulia Allah karena segala aulia Allah itu diamnya pada huruf alif jua. Bermula pada kesudahanya kepada yang tiada berhuruf diam sedia kala ghaiblah namanya. Maka dinamai aulia.
Bermula ibarat ahlullahu Ta’ala sekalian alim terdunia dan akhirat Bumi, Langit, Surga, Neraka ‘Arsy, kursi law Qalam sekalian jadikan suatu huruf alif juga. Qola ahlut tasawwuf, yang huruf itulah yang merasai sedekah minuman akhirat karena alif itu tiada mati ia hidup dunia akhirat dan yang merasai nikmat dhahir dan batin pun alif itu juga karena alif itu ilmu yang ghaib dan nyata. Seperti firman Allah Ta’ala, innallahal alimul kabir. Qola ahlul ushul bermula yang ahli Qur’an tiga puluh juz pun alif juga. Qala makhdum ja’far Shadiq radhiallahu ‘anhu bahwa Allah Ta’ala menurunkan alif dan lam dan mim ibarat ahlullahi Ta’ala barang siapa mengenal huruf alif diharamkan Allah Ta’ala pada api neraka karena kebesaran alif itulah permulaan dan kesudahan.
Maka barang siapa sampai mengenal akan bertubuh alif sekalian ilmu pun balas syariat terikat balas hakikat ma’rifat pun balas. Bermula puasa dan sembahyang sunah fardu pun balas haji dan zakat pun balas. Bermula membaca Qur’an dan zikir pun Allah balas. Bermula segala doa dan tasbih tahmid pun balas. Bermula berhati suci dan memahami hawa nafsu pun balas.
Sekalian balas tersibut tiada berguna pada tuhannya maknanya tiada hasil kepada Allah Ta’ala amalnya dan ilmunya tiada terima akan Allah Ta’ala karena lain dari padanya adhillah maknanya. Sekalian balas seperti sabda Rasullullah yang artinya adapun tiada berguna pada Allah Ta’ala melainkan memilih isyarat mengenal huruf alif. Bermula isyarat kata ini mulanya mengenal kepada segala berbuatan tiada sia-sia akan kebesaran huruf alif juga karena segala pekerjaan itu ma’rifat.
C. Kitab Tarekat
Kata ṭarekat ini berasal dari bahasa Arab yaitu ṭārīqah, (jamak: ṭurūq atau ṭarāiq), yang berarti: jalan atau metode atau sebuah aliran (madzhab). Tarekat adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan untuk sampai (wusul) kepada-Nya. Tarekat merupakan metode yang harus ditempuh seorang sufi dengan aturan-aturan tertentu sesuai dengan petunjuk guru atau mursyid tarekat masing-masing, agar berada sedekat mungkin dengan Allah Swt. Pada dasarnya, ṭarekat yang ditempuh oleh para sufí berupa ibadah ẓikir yang berasal dari praktik Nabi Muhammad Saw. yang kemudian diamalkan oleh al-khulafa’ al- rasyidūn, tabi’īn, tabi’i at-tabi’īn, dan seterusnya sampai kepada para syaikh atau mursyid secara sambung-menyambung sampai sekarang.
1. Deskripsi Naskah
Kitab ini berjudul kitab tarekat. Tempat penyimpanan di Desa Baadia, Kecamatan Betoambari kota Bau-Bau. Penulisnya Ahmadin ibn Abdul Qadir. Dengan media penulisan kertas Eropa, cap kertas pro patria eiusque libertate. Naskah ini berjumlah 56 halaman dengan jumlah baris per halamannya 6 sampai 9 baris. Ukuran naskah ini 21 x 13cm dengan aksara Arab, dan bahasa Arab. Warna tinta pada naskah ini yaitu hitam dan merah. Serta kondisi fisik pada naskah ini sudah rapuh, sampul sudah tidak ada, beberapa kertas sudah terlepas dari jilidnya, namun teks dalam naskah masih lengkap dan masih jelas untuk dibaca.
Pada awal teks terdapat halaman judul dan keterangan penulis namun sayangnya sudah tidak jelas untuk dibaca. Tahun penulisan yaitu pada tahu 1302 H atau sekitar tahun 1884 M. Teks di tulis dengan tinta hitam dan merah. Tinta hitam digunakan untuk menulis teks utama, sedangkan tinta merah digunakan untuk menulis awal pembahasan.
2. Isi dari Naskah
Allah berfirman, artinya aku tempat sekalian tempat dan tiada bagiku tempat. Dan aku rahasia kepada sekalian manusia sebab mendamaikan dia dan menggerakkan dia. Allah tidak makan dan minum. Firman Allah, bahwa makan fakir itu makananku dan minuman fakir itu minumanku dan tidur fakir itu tidurku. Allah menjadikan segala malaikat dari pada cahaya dan akan segala manusia Allah jadikan dari cahaya Allah. Allah berfirman, kujadikan segala manusia itu akan kendaraanku dan kujadikan segala ka’inat akan kendaraan manusia baginya.
Allah Ta’ala berfirman, Hai Ghauts tiada dimakan segala manusia dan tiada diminumnya adanya,tiada ia berdiri dan tiada ia duduk dan tiada ia berkata dam tiada puasa dan tiada ia berbuat sesuatu perbuatan dan tiada ia berharap kepada sesuatu dan tiada dia ghaib dari sesuatu, melainkan aku jua didalamnya mendamaikan dia dan menggerakan dia. Adapun jasad manusia dan nafsunya dan hatinya dan nyawanya dan tangannya dan kakinya dan pada sekalian itu telah nyata diriku baginya dengan diriku, tiada ia melainkan aku jua dan aku lain daripadanya.Barang siapa tiada beroleh untung dari pada keliaran pada batin dicoba akan dia dengan keliaran yang zahir. Tiada akan bertambah-tambah karibnya kepadaku, melainkan jauh jua pada keliaran zahir yang ittihad itu suatu hal tiada di rencanakan dengan lidah berkata. Maka barang siapa percaya akan dia dahulu dari pada sampai halnya, maka sesungguhnya kafir. Dan barang siapa menghendaki kebaikan kemudian sampai kepadanya maka sungguhnya surga kepada Aallah Subhanahu Ta’ala.
Maka firman Allah ta’ala daripada tuhanku Ta’ala: maka barang siapa memohonkan melihat Daku, maka dengan karena waswasnya akan Daku kemudian daripada ilmunya, maka yaitu terdindingdengan pengetahuan rukyatnya kepada aku itu. Maka barang siapa disangkanya bahwa rukyat itu lain daripads ilmu, maka ia itu lalai dengan penglihatnya yang maha tinggi.
Kujadikan pada nafsu itu jalan segala zahir, dan kujadikan pada hati itu jalan segala arif, dan kujadikan pada nyawa itu jalan segala wafiq, dan kujadikan diriku akan tempat segala rahasia adanya.
Katakan pada segala taulanmu, rampas olehmu doa segala fakir karena bahwa mereka itu padaku dan aku pada mereka itu. Hai Ghauts, aku operlindungan segala sesuatu dan aku tempatnya dan aku memiliki dan kepadaku jua kembalinya.
Apabila datang kepadamu orang yang dahaga pada hari yang sangat panas, pada ketika itu ada padamu air yang sejuk dan tiada bagimu berkehendak kepada air itu, maka jika tiada engkau memberi air itu, maka engkaulah terkikir daripada segala yang kikir. Dan betapa kutegahkan mereka itu rahmatku. Dan aku menyuratkan sijjil atas diriku bahwasannya aku amat mengasihani daripada segala yang mengasihani.
Firman Allah Ta’ala, yang mi’rat itu yang keluar dari pada sekalian lain daripadaku. Bermula kesempurnaan mi’raj itu tiada cenderung pelihatnya dan pemiliknya dari padaku. Tiada sah sembahyang bagi barang siapa tiada mi’rat baginya padaku. Yang tiada beroleh untung daripada sembahyang ialah tiada untung daripada mi’raj.
D. Kitab Perhitungan Bulan Arab
1. Deskripsi Naskah
➢ Naskah berjudul Kitab Perhitungan Bulan ini disimpan di Desa Baadia, Kecamatan Betoambari kota Bau-Bau. Dengan media penulisan menggunakan kertas Eropa, cap kertasnya laki-laki di bulan. Jumlah halaman dari naskah ini sebanyak 20 halaman dengan jumlah baris perhalamannya sebanyak 15 baris. Ukuran naskahnya 24 x 17cm dengan aksara Arab/Jawi, dengan menggunakan bahasa Melayu dan berbentuk sebuah prosa. Untuk tinta yang digunakan adalah hitam merah. Kondisi fisik naskah ini sudah rapuh, sampul sudah tidak ada, beberapa lembar sudah terrlepas dari jilidnya. Namun teks dalam naskah masih lengkap dan masih jelas untuk dibaca.
➢ Catatan lainnya, naskah ini berisi keterangan-keterangan tentang penaggalan tahun hijriyah. Naskah juga dilengkapi dengan tabel-tabel yang merupakan keterangan untuk menjelaskan teks.
2. Isi dari Naskah
Kata Syaikh Yahya bin Muhammad al Hathab al Maliki di dalam kitab Wasilah ath Thalab, ketahui olehmu bahwasanya tarikh bulan Arab permulaanya daripada tahun yang berpindah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam daripada Negeri Makkah kepada Negeri Madinah. Dan awalnya dengan hisab itu hari kamis dan dengan satu riwayat itu hari jumat.
Bermula bulan Arab itu 12 bulan. Pertama al Muharram, kedua Syafar, ketiga Rabi’ul awal, keempat Rabu’il Akhir, kelima Jumadil Awal, keenam Jumadil Akhir, ketujuh Rajab, kedelapan Sya’ban, kesembilan Ramadhan, kesepuluh Syawal, kesebelas Dzulqa’dah, kedua belas Dzullhijjah.
Bermula bilangan hari bagi sekalian bulan bulan itu dengan hisab bersalahan jua. Maka sesungguhnya itu genab tiga puluh hari, yaitu tiap-tiap bulan yang gasal yakni tiap-tiap bulan. Apabila dimulai bilangan dari pada Muharram hingga sampai Dzulhijjah. Maka Muharram itu yaitu gasal dan Rabi’ul Awal itu jawaz. Demikian dikiaskan yang lain jua.
Perbedaan metode hisab dan rukyat. Dapat kita lihat bahwasanya dalam metode rukyat menentukan awal bulan baru harus benar-benar melihat hilal secara pasti. Sedangkan, metode hisab menentukan awal bulan baru dengan cara perhitungan matematis dan astronomis. Saat ini, ada dua kriteria besar penentuan awal bulan Islam yang digunakan di Indonesia, yaitu kriteria wujudul hilal (WH) atau terbentuknya hilal yang dipedomani Muhammadiyah dan kriteria imkanur rukyat (IR) atau kemungkinan terlihatnya hilal yang digunakan pemerintah dan sebagian besar ormas Islam. Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur yang memerintah pada tahun 136 sampai 158 H atau 754 sampai 775 M adalah orang yang pertama kali memperhatikan Ilmu Hisab ini. Muhammadiyah menggunakan hisab wujudul hilal ini semenjak tahun 1938/1357.
E. Sumber
1. https://sumbarprov.go.id/home/news/14637-makrifatullah-melalui-al-quran.html
2. https://an-nur.ac.id/kedudukan-dan-fungsi-%E1%B9%ADarekat/
3. https://press.perpusnas.go.id/files/flipbooks/829/mobile/index.html