Menelaah Keadilan Hukum
Oleh: Pradikta Andi Alvat S.H., M.H.
Secara konseptual, tujuan hukum adalah untuk mewujudkan kepastian hukum (yuridis-formil), kemanfaatan (sosiologis), dan juga nilai keadilan (filosofis). Jika dibentuk nilai hierarkhis, maka kepastian hukum berada pada lapisan terbawah namun menjadi yang paling mudah untuk dijangkau. Lapisan kedua/tengah adalah kemanfaatan. Dan lapisan ketiga/puncak adalah nilai keadilan, yang menjadi nilai yang paling sulit dijangkau.
Keadilan menjadi nilai yang paling sulit dijangkau karena dua alasan. Pertama, bersifat abstrak. Keadilan adalah sesuatu yang abstrak, sulit didefinisikan secara konkrit dan sulit diterapkan secara konkrit. Oleh sebab itu, dalam keilmuan hukum dikenal berbagai teori mengenai keadilan.
Kedua, proses bekerjanya hukum tidak lepas dari kekuatan non-yuridis. Mencari nilai keadilan dalam hukum adalah melalui penegakan hukum. Sedangkan proses penegakan hukum sendiri tidak bisa dilepaskan dari anasir-anasir non-yuridis, politis dan relasi kuasa misalnya. Dengan demikian, nilai keadilan menjadi nilai yang sulit untuk dijangkau.
Pendekatan Teoritis Mengenai Keadilan
Pertama, menurut Aristoteles. Menurut Aristoteles, keadilan pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua, yakni keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif menelaah mengenai apa yang harus diberikan kepada seseorang sesuai dengan ukuran tertentu, artinya keadilan itu tidak sama rata, tetapi proporsional.
Keadilan komutatif adalah keadilan sama rata. Apa yang dinamakan adil adalah ketika semua manusia menerima apa yang seharusnya mereka terima dalam takaran yang sama. Keadilan komutatif tidak mengandung prinsip proporsionalitas, tetapi menganut prinsip egaliterisme. Sama rata dan sama rasa.
Kedua, menurut John Rawls. Menurut John Rawls, keadilan itu dapat dilihat dalam dua perspektif. Dalam urusan sosial-ekonomi, keadilan adalah manakala adanya keberpihakan kepada mereka yang lemah dan marjinal. Sedangkan dalam urusan hukum-demokrasi, semua manusia memiliki kesempatan yang sama. Tidak ada afirmatif terhadap golongan sosial.
Ketiga, keadilan bermartabat Teguh Prasetyo. Dalam buku Keadilan Bermartabat: Perspektif Teori Hukum (2019), Teguh Prasetyo menjelaskan bahwa keadilan bermartabat adalah keadilan yang bersumber dari Pancasila, khususnya sila kedua yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Keadilan bermartabat merupakan keadilan yang tidak sekadar berfokus pada nilai materil, tetapi juga nilai sosiologis dan nilai spiritual.
Berdasarkan pemaparan teoritis mengenai keadilan di atas, lalu yang menjadi fokus pertanyaannya adalah bagaimana menerapkan konsep keadilan itu dalam kasus hukum konkrit? Di sisi lain, menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan kepala putusan pengadilan, bahwa proses peradilan itu diselenggarakan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lanjut lagi pertanyaannya, lalu bagaimana mendapatkan nilai keadilan hukum yang sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa atau keadilan yang diridhoi oleh Tuhan.
Pada prinsipnya keadilan memang sesuatu yang abstrak dan multitafsir. Oleh sebab itu, menerapkan dan menilai keadilan dalam hukum juga bukanlah hal yang sederhana. Akan tetapi, keadilan itu pada hakikatnya bisa dinilai oleh logika dan dirasakan oleh hati nurani serta tidak mungkin mengandung nilai negatif (transaksional misalnya). Artinya, keadilan mungkin saja bertentangan dengan hukum secara normatif, namun keadilan tidak mungkin bertentangan dengan logika dan hati nurani manusia.
Misalnya dalam kasus konkrit hukum. Si A melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar 10 miliar rupiah dan divonis pidana penjara selama 1 tahun. Putusan hakim dalam kasus tersebut tidak memiliki basis nilai keadilan mengingat rendahnya vonis yang dijatuhkan, padahal si A melakukan tindak pidana yang tergolong sebagai extraordinary crime.
Mengenai tinggi rendahnya vonis untuk memenuhi nilai keadilan memang tidak bisa dipasung secara rigid. Tetapi, keadilan akan selalu dan pasti memiliki basis logika dan nurani yang kuat. Dalam penegakan hukum. Hakim adalah wakil Tuhan yang bertugas mencari nilai keadilan melalui vonis, sedangkan vonis hakim sebagai manifestasi keadilan akan dinilai oleh Tuhan dan masyarakat.