Komunikasi Hukum
Oleh: Pradikta Andi Alvat S.H., M.H.
Manusia adalah zoon politicon, mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi dan relasi dengan manusia lainnya maupun dengan masyarakat. Kondisi faktual tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya keterbatasan-keterbatasan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Oleh sebab itu, manusia membutuhkan manusia lainnya untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Dan disinilah akan terjadi ruang komunikasi antar sesama manusia. Kata ‘komunikasi’ sendiri secara etimologis berasal dari bahasa latin communicare yang artinya ‘menyampaikan’.
Jika disimplifikasikan, komunikasi dapat didefinsikan sebagai aktivitas manusia untuk menyampaikan informasi kepada manusia lainnya baik berupa ide, pesan maupun gagasan yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung baik verbal maupun non-verbal. Pada hakikatnya, komunikasi memilliki beberapa fungsi penting dalam ruang sosial. Pertama, fungsi informasi. Komunikasi berperan sebagai distribusi informasi. Logikanya, tidak mungkin suatu informasi bisa tersebar luas tanpa adanya ruang komunikasi. Informasi sendiri merupakan entitas penting bagi individu maupun masyarakat sebagai bahan referensi untuk menentukan pilihan atau mengambil sebuah keputusan.
Kedua, fungsi kontrol sosial. Komunikasi merupakan sarana untuk menyampaikan pesan, ide, gagasan, maupun nasihat kepada subyek lainnya. Oleh sebab itu, komunikasi dapat bertransformasi sebagai sarana kontrol sosial, karena dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Misalnya komunikasi guru kepada murid berupa nasihat agar tidak melakukan tawuran antar sekolah.
Ketiga, fungsi perubahan. Komunikasi dapat menjadi sarana untuk membawa perubahan yang positif dalam masyarakat. Komunikasi dapat menjadi stimulan yang menggerakkan individu maupun masyarakat untuk melakukan restorasi perubahan menuju tata kehidupan yang lebih baik.
Menelaah, arti dan fungsi komunukasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki peran fundamental dalam kehidupan manusia maupun dalam sekup kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, komunikasi-komunikasi dalam segala lini kehidupan harus dengan berjalan baik. Karena, jika komunikasi tidak berjalan dengan baik, maka antitesis dari ketiga fungsi komunikasi di atas akan terjadi dan merusak stabilitas sosial.
Salah satu lini kehidupan manusia yang harus ditopang dengan narasi komunikasi yang baik adalah bidang hukum. Konkretnya, komunikasi hukum harus berjalan dengan baik. Komunikasi hukum sendiri berbeda makna dengan hukum komunikasi. Jika hukum komunikasi berkaitan dengan ketentuan hukum yang berhubungan dengan aspek komunikasi (misal: UU ITE), sedangkan komunikasi hukum adalah menyoal bagaimana hukum dapat dikomunikasikan kepada subyek hukum maupun masyarakat secara benar sesuai kaidah hukum sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif. Obyek dari komunikasi hukum adalah hukum dan segala kompleksitasnya.
Komunikasi hukum memiliki empat relasi adresat. Pertama, komunikasi hukum antara sesama aparatur penegak hukum dan pihak yang terlibat dalam sengketa hukum (misalnya komunikasi antara polisi dengan jaksa terkait pelimpahan perkara atau komunikasi seorang tersangka dengan kuasa hukumnya). Kedua, komunikasi hukum antara aparatur penegak hukum dan pihak yang terlibat dalam sengketa hukum kepada pers dan masyarakat. Ketiga, komunikasi hukum antara pers kepada publik. Keempat, komunikasi hukum antar sesama masyarakat.
Ada tiga isu krusial terkait komunikasi hukum. Pertama, hukum merupakan isu yang bersifat sensitif dalam ruang sosial khususnya yang bersifat merugikan kepentingan publik dan hilangnya nyawa. Maka dari itu, hukum sebagai sebuah informasi harus dikomunikasikan secara benar sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku (hukum positif), karena jika terjadi dis-informasi, maka akan dapat berdampak pada tersulutnya emosi suatu kelompok masyarakat yang eksesnya adalah menimbulkan instabilitas sosial.
Kedua, hukum sebagai prosedur mengandung implikasi hukum. Artinya jika komunikasi hukum tidak terjadi dengan baik, misalnya terjadinya dis-komunikasi antara kepolisian dan kejaksaan terkait berkas pelimpahan perkara yang belum lengkap, maka akan memiliki impikasi hukum yang dapat menghambat proses penegakan hukum itu sendiri.
Ketiga, masyarakat umumnya awam terhadap hukum. Pada umumnya masyarakat bahkan sebagian insan pers sekalipun awam terhadap hukum. Misalnya dalam aspek pemahaman istilah dan konsekuensi terkait penangkapan, penahanan, penangguhan penahanan, dan pemidanaan. Seringkali dalam komunikasi hukum dalam masyarakat dan berita di media, istilah-istilah tersebut diartikan secara serampangan (kebolak-balik).
Misalnya terkait penangguhan penahanan yang menggunakan jaminan uang (dalam KUHAP bisa juga menggunakan jaminan orang dan tanpa jaminan), tapi dalam komunikasi yang terjadi dalam masyarakat terkonstruksi pesan bahwa si A dibebaskan dari penjara setelah membayar uang kepada penegak hukum. Kemudian contoh lainnya, misalnya dalam media tercantum berita yang menginformasikan pesan “Dia bersalah melakukan tindak pidana tapi dibebaskan”, padahal yang sesungguhnya adalah “dia menjalani proses hukum atas perbuatan yang dilakukan, tetapi tidak dilakukan penahanan karena tidak memenuhi syarat formil maupun material”. Selain itu, yang sering terjadi adalah penggunaan kata "kriminalisasi" dalam berita di media yang diartikan mengkriminalkan atau memidanakan orang yang tidak bersalah. Padahal dalam doktrin ilmu hukum, arti kriminalisasi adalah formulasi perbuatan yang semula tidak tergolong sebagai tindak pidana menjadi tidak pidana.
3 ilustrasi fenomena di atas seringkali terjadi dalam masyarakat dan pastinya memiliki implikasi yang negatif mengingat hukum adalah isu yang bersifat sensitif. Minimnya wawasan dan penghetahuan hukum merupakan sebab pokoknya. Maka dari itu, problema komunikasi hukum tersebut harus diperbaiki. Kuncinya ada dua. Pertama, media harus merekrut jurnalis profesional yang memiliki latar belakang atau pendidikan hukum yang khusus diterjunkan untuk bertugas meliput perkara-perkara dan informasi hukum, tujuannya agar berita yang dihasilkan terkait aspek hukum tidak terjadi dis-informasi yang dapat bersifat kontraproduktif. Kedua, edukasi hukum harus digencarkan kepada masyarakat. Wawasan dan penghetahuan dasar mengenai hukum idealnya dapat diinternalisasi melalui sekolah agar semakin dini dan semakin luas masyarakat yang melek hukum.